Di mata saya, hanya ada dua alasan kenapa klaim di atas bisa terjadi.
1. Memang ada overlap budaya antar Malaysia dan Indonesia, yang memang berdekatan dan orang-orangnya serumpun, sehingga entah bagaimana penyebaran hasil budaya ini jadi sedemikian ruwet sehingga tak bisa dijelaskan lagi siapa yang membuat, di mana asalnya, dan seterusnya.
2. Malaysia memang mau cari perkara.
Coba tengok kemungkinan kedua dulu. Masa sih, ada untungnya kalau Malaysia mencari gara-gara? Dan bukankah kalau mau cari gara-gara lebih gampang dengan menyiksa para TKI? Atau dengan tanpa alasan memukuli ofisial atlet Indonesia yang datang untuk bertanding di Malaysia?
Euh, wait a second…
Sekarang coba sajalah berpikir positif. Barangkali kemungkinan terbesar adalah overlap tadi. Hanya karena pemerintah Indonesia tidak cepat tanggap (berita lama ini), oleh Malaysia diklaim hak patennya lebih dulu.
Dan, sebenarnya akar masalah di sini satu: hak paten.
Alat musik seperti gamelan, angklung, tarian seperti reog, batik, berebut mau dipatenkan. Buat apa?
Hak intelektual itu memang perlu dihargai, tetapi menurut saya paten itu solusi yang buruk sebagaimana demokrasi juga adalah solusi yang buruk untuk sebuah pemerintahan. Kenapa buruk? Coba baca penjelasan tentang paten ini dari Wikipedia (lupakan sejenak tentang kualitas dan validitas Wikipedia).
A patent is not a right to practice or use the invention. Rather, a patent provides the right to exclude others from making, using, selling, offering for sale, or importing the patented invention for the term of the patent[...] (sumber)
Excluding others?
Buat saya, di dunia ini tidak semua hal harus dipatenkan. Tidak semua hal yang kita buat harus dilindungi dari pemakaian oleh pihak lain. Tidak semua hal harus kita klaim sendiri, kita miliki sendiri, kita manfaatkan keuntungannya sendiri.
Kalau soal penemuan teknologi penting yang kita ciptakan dengan susah payah, wajar kalau dipatenkan agar hasil usaha kita dihargai. Namun untuk ini pun, alangkah luar biasanya jika teknologi yang bermanfaat untuk orang-orang kebanyakan ini di-share dengan cuma-cuma.
Share. Berbagi.
Tidak tahu bagaimana menurutmu, tapi bagi saya budaya itu perihal manusia dengan manusia. Batas negara tidak perlu ikut, kepentingan ekonomi tidak perlu ikut, apalagi sekedar paten. Justru bagi saya pencapaian puncak kebudayaan manusia itu adalah ketika apa yang kita buat bermanfaat bagi orang lain, memperindah dan menambah makna bagi hidup dan kemanusiaan.

0 komentar:
Posting Komentar